Aku dan $*&^%#$y

15 05 2008

Lama sudah aku mengenal dia, wanita yang sederhana, supel dan ramah. Aku mengenal dia setelah sekian lama tidak saling mengenal dan memperhatikan (ternyata dia adik kelasku ketika SMA dulu).

Banyak peristiwa pahit yang aku lalui bersama dia, antara peduli dan tidak peduli. Antara memperhatikan dan melupakan… hubungan yang tidak jelas. Namun tidak sedikit juga kenangan manis yang dapat aku ingat, mengantar mencari kontrakan baru, memperbaiki kontrakannya, menelpon dan berbicara panjang lebar hanya untuk sekedar mengatakan aku sungguh merindukan dia.

Mungkin ini adalah kesalahan terbesar yang aku lakukan… ketika aku masih di Aceh (Tsunami Aceh 2006), hampir setiap waktu dan kesempatan menghubungi dia lewat HP, menyatakan cinta, kangen dan sayang padanya. Namun … entah karena kesibukan apa setelah selesai dari Aceh aku melupakan dia, tidak ada kabar dan tidak ada lagi rindu yang menyapanya dalam bahasa kasih, pujian dan candaan ringan yang membuat dia bahagia… aku menghilang bak ditelan bumi. Mungkin bisa bantu untuk memahami salah besar yang telah kulakukan.

Sehingga ketika aku tiba tiba kembali muncul di hadapannya dengan membawa cinta, harap dan asa yang besar. Dia menghindar dan menutup hatinya… pelajaran dari masa lalu yang dia petik… tidak ingin dikecewakan lagi, tidak ingin ditinggalkan lagi untuk disakiti, tidak ingin diabikan lagi tanpa alasan. Tanpa ada ampun bagiku, terlebih kesempatan kedua.

Salah dan dosa besar yang harus kutuai saat ini… seperti berhadapan dengan tembok besar, keras dan kokoh. Tanpa perasaan sedikitpun… menutup setiap pintu kesempatan yang kumiliki untuk kembali masuk dalam hatinya. Sampai aku terkadang merasa sungguh tidak punya perasaan.

Namun sebaliknya, Apakah aku punya perasaan ketika melupakan dia, mengabaikan dia? Melupakan puisi cinta yang sering kukirimakan padanya, Punyakah aku perasaan ketika dia merana dalam kerinduan, menanti kalimat kalimat mesra dariku, ketika memendam rindu memuncak dalam hati?

Hingga pada detik ini aku harus mengambil langkah untuk melupakan dia dalam setiap sudut angan dan pikiranku, setiap sekat hati dan pikiran yang masih ada… aku harus hapus. Hati merana yang kini terus kubawa, yang tidak akan pernah mungkin dia pahami dan tidak akan mau pahami lagi.
Terbersit ego… “aku bisa dapatkan kasih dan sayang yang lain.” Namun hati kecilku selalu teriak:”Aku tak dapat lupakanmu, kasihmu, dan cintamu”. Merana dalam jalan hidup, hidup bak orang mati, bak mati tetapi hidup merana.